Gembar-gembor subsidi kendaraan listrik, baik itu mobil dan motor, makin santer. Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita merilis besaran subsidi yang tembus Rp 80 juta. Agus menjelaskan subsidi ini diberikan untuk mendorong penjualan kendaraan listrik di dalam negeri. Pemberian subsidi menjiplak negara lain yang dianggap pemerintah sudah maju dalam penggunaan kendaraan listrik sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan kendaraan listrik serta mampu menggerakkan pertumbuhan ekosistem industri tersebut.
"Insentif akan diberikan kepada pembeli yang membeli mobil atau motor listrik yang mempunyai pabrik di Indonesia" jelasnya di Brussels Ia menjelaskan saat ini subsidi pembelian kendaraan listrik masih dalam pembahasan namun sudah di tahap finalisasi. Sehingga kemungkinan besar angka subsidi yang direncanakan akan sama dengan keputusan akhir. Berikut adalah besaran subsidi yang diberikan pemerintah untuk kendaraan listrik di Indonesia :
- Rp. 80 Juta untuk pembelian mobil listrik dari pabrik di Indonesia
- Rp 40 Juta untuk pembelian mobil berbasis hybrid
- Rp 8 Juta untuk pembelian sepeda motor listrik baru
- Rp 5 Juta untuk sepeda motor bekas yang dikonversi ke motor listrik
Agus mengatakan bahwa "Ini kami melihat sangat penting karena Indonesia belajar dari berbagai negara yang relatif lebih maju dalam penggunaan kendaraan listrik, seperti Eropa kenapa mereka lebih maju dalam penggunaan mobil listrik, ya karena pemerintah beri insentif, China juga dan Thailand juga memberikan insentif," katanya.
Agus menambahkan ada beberapa manfaat yang bisa didapat bila penggunaan kendaraan listrik bisa digenjot di Indonesia seperti :
- Cadangan nikel besar yang dimiliki RI bisa dimanfaatkan dengan baik
- Subsidi BBM akan berkurang dengan banyaknya mobil listrik
- Pemberian subsidi akan menarik investor untuk merealisasikan janji mereka menanamkan investasinya di Indonesia. Dengan insentif akan membuat produsen kendaraan listrik dunia untuk cepat merealisasikan investasi di Indonesia
- Membantu Indonesia memenuhi pencapaian komitmen emisi rendah karbon.
Pandangan Kontra Subsidi Untuk Kendaraan Listrik Pribadi
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Deddy Herlambang mengkritik keras rencana subsidi kendaraan listrik yang digembar-gemborkan pemerintah. "Yang menikmati subsidi ini jelas para pengusaha otomotif berbasis listrik, negara hanya mendapatkan benefit udara akan lebih baik namun belum terpikirkan baterainya yang akan merusak lingkungan, tanah dan air bila tanpa ada manajemen daur ulang baterai yang benar," jelasnya .
Ia juga mengkritik sikap Kemenperin yang baru saja merinci besaran subsidi kendaraan listrik dengan rentang Rp 5 juta hingga Rp 80 juta. Deddy menegaskan angka tersebut harus dihitung lagi. Menurutnya angka-angka subsidi memang bukan masalah utama. Tetapi ia khawatir soal jumlah kendaraan yang bakal membludak bila disubsidi tanpa kendali dan kontrol.
"Kemenperin bukan pemangku kepentingan transportasi, ya wajar bila jualan kendaraan listrik terus. Namun, yang bonyok sektor pengendalian transportasi sebagai korban vehicle oriented bukan transit oriented" kritik Deddy. Menurut Deddy, negara telah gagal mengembangkan angkutan umum massal yang berujung kehancuran transport demand management (TDM).
Ia menegaskan tidak bijak membeli kendaraan pribadi malah disubsidi, seharusnya yang disubsidi lebih banyak adalah angkutan umum beserta infrastrukturnya. "Pembelian kendaraan tanpa subsidi sudah membuat macet jalan. Bila subsidi disetujui jalan raya akan tambah padat oleh kendaraan listrik dan tetap macet, sama saja tidak produktif" tegasnya. Deddy bahkan blak-blakan tidak akan pernah setuju dengan pemberian subsidi kendaraan listrik jika bukan atas konversi kendaraan dari bahan bakar minyak (BBM) ke listrik. Direktur Eksekutif INSTRAN itu hanya setuju jika subsidi kendaraan listrik diberikan untuk konversi.
Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menilai langkah mengguyur pasar kendaraan listrik dengan berbagai insentif ini berlebihan dan terlalu dini. Seharusnya pemerintah mempersiapkan peta jalan transisi energi berkelanjutan yang kokoh sebelum memberi insentif ke sektor hilir. Yusuf menekankan insentif bagi energi baru terbarukan (EBT) harus diprioritaskan. Ia curiga subsidi memang dilakukan karena ada kepentingan elit dalam proyek itu.
"Kita sangat menyesalkan, sudah terlalu sering agenda besar bangsa ditunggangi oleh kepentingan pragmatis jangka pendek segelintir elite politik membuat kebijakan yang dibuat pemerintah seringkali menjadi terdistorsi dan bias kepentingan yang kental" ungkap Yusuf. Meski demikian Yusuf sebenarnya bukan alergi subsidi kendaraan listrik. Ia sepakat dan mendukung penuh upaya menurunkan emisi karbon dan transisi energi ke energi bersih, tetapi skema subsidi tersebut bukan prioritas. Menurutnya, pemerintah tidak boleh terjebak pada agenda-agenda transisi energi yang merupakan solusi semu seperti insentif berlebihan bagi kendaraan listrik berbasis baterai.
Ada kebijakan yang lebih substantif dan krusial, termasuk mempercepat upaya pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. "Andai insentif tetap ingin diberikan bagi kendaraan listrik seharusnya diberikan sangat terbatas hanya untuk kendaraan umum seperti bus dan angkutan umum kota, dalam rangka transformasi transportasi massal menuju transportasi umum berbasis listrik," sarannya.
Ekonom dan Co-Founder & Dewan Pakar Institute of Social Economics and Digital (ISED) Ryan Kiryanto memahami betul wacana subsidi kendaraan listrik ini dilakukan pemerintah untuk memancing investor. Menurutnya pemerintah tak peduli siapa investornya baik dari domestik atau asing yang penting mereka mau mengembangkan kendaraan listrik dengan seluruh ekosistemnya. Tujuan jangka panjangnya untuk mengurangi emisi karbon atau dekarbonisasi. "Yang penting semua penyerapan anggaran dilakukan berdasarkan asas good governance, maka tidak akan terjadi benturan kepentingan" tegas Ryan.
Pengamat Transportasi sekaligus Dosen Teknik Sipil Universitas Indonesia Andyka Kusuma ikut menanggapi bola panas subsidi kendaraan listrik ini. Menurut Andyka, langkah pemerintah untuk memberikan subsidi dengan rentang maksimal Rp 80 juta itu sama sekali bukan solusi. "Kalau masalah subsidi tersebut kendaraan listrik tidak memecahkan masalah kemacetan. Hanya membantu mempercepat konversi teknologi. Intinya harus ada angkutan massal berbahan listrik" tegas Andyka.
Pengamat Transportasi dan Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna punya pendapat berbeda. Ia mendukung subsidi motor dan mobil listrik dengan beberapa catatan. Yayat meminta pemerintah juga memberikan kemudahan lain seperti parkir gratis, bisa masuk kawasan ganjil-genap, pengurangan pajak, hingga fasilitas pemasangan charger listrik gratis. Kemudian, perlu dibangun stasiun pengisian kendaraan listrik (SPKL) di setiap kota agar tidak ada keraguan bagi masyarakat untuk melakukan perjalanan lintas kota. Meski mendukung program subsidi, Yayat menekankan pemerintah perlu buka-bukaan soal berapa jumlah kendaraan listrik yang diproduksi. Hal itu mempengaruhi besaran subsidi yang diberikan. "Angka subsidi akan sangat bergantung berapa target jumlah kendaraan yang diproduksi. Jadi setiap tahun berapa mobil atau motor pada 2023, kemudian 2024 berapa? Jadi jumlah subsidi tergantung jumlah kendaraan yang diproduksi"
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai rencana pemerintah menggelontorkan subsidi kendaraan listrik adalah salah sasaran. Bahkan tak menyelesaikan masalah transportasi di Indonesia. "Kalau rujukannya Inpres 7 Tahun 2022 sangat jelas bahwa yang disasar peraturan tersebut ialah Kendaraan Dinas Operasional dan atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah" ungkap Ketua MTI Tory Darmantoro. MTI justru menekankan perlunya peralihan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum sehingga penataan angkutan umum di seluruh kota di Indonesia perlu diperkuat serta terus disempurnakan. "Kebijakan yang juga penting disampaikan pemerintah adalah berapa jumlah unit kendaraan yang mau disubsidi sehingga masyarakat dan industri otomotif bisa berhitung kemanfaatannya"
Daftar Pejabat Yang Berbisnis Kendaraan Listrik
Di tengah wacana itu banyak sorotan tertuju ke sejumlah pejabat yang berada di pusaran bisnis kendaraan listrik. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan menjadi salah satunya. Luhut punya saham di PT Toba Bara Sejahtra Energi Utama Tbk (TOBA) yang mendirikan usaha patungan (joint venture) bersama Gojek, Electrum. Usaha itu dibangun untuk membangun ekosistem motor listrik dalam negeri.
Selain Luhut, ada juga Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang terlibat langsung dalam industri kendaraan listrik. Ia membangun PT Mobil Anak Bangsa (MAB) yang memproduksi bus bertenaga listrik pada 2016.
Ketua MPR Bambang Soesatyo juga diketahui terlibat dalam industri motor listrik. Ia tercatat sebagai pemilik merek sepeda motor listrik bernama Bike Smart Electric (BS Electric).
Ada juga Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Arsjad Rasjid yang terlibat dalam industri motor listrik di Indonesia lewat perusahaan miliknya yaitu PT Indika Energy Tbk (INDY) yang meluncurkan merek ALVA.