Startup Fintech Dilarang Berkantor di Central Park dan Pluit

Startup Fintech Dilarang Berkantor di Central Park dan Pluit

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perusahaan startup teknologi informasi keuangan fintech pinjaman online (peer to peer lending atau P2P Lending) atau yang dikenal dengan istilah kekiniannya Pinjol untuk tidak berkantor di daerah Central Park (Jakarta barat) dan Pluit (Jakarta utara). Dalam surat bernomor S-I/NB.213/2020 itu, OJK mengatakan gedung perkantoran dan bisnis serta area tersebut terindikasi sebagai tempat beroperasinya banyak fintech yang tidak terdaftar/berizin dari otoritas sehingga diminta untuk tidak berkantor di kedua tempat tersebut. Operasional perusahaan fintech ilegal diduga terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu, di antaranya adalah Central Park (Jakarta Barat) dan Pluit (Jakarta Utara).

Berikut ini kutipan lengkap surat yang memiliki perihal Larangan Lokasi Kantor dan Kerjasama dengan Pihak Lain Terkait Fintech yang tidak terdaftar atau berizin:

Hal: Larangan Lokasi Kantor dan Kerjasama dengan Pihak Lain Terkait Fintech yang Tidak Terdaftar/BerizinYth. Seluruh Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

Sebagaimana Saudara ketahui bahwa banyak perusahaan FP2PL beroperasi tanpa terdaftar/berizin di OJK. Selain itu, terdapat pihak lain yang menyediakan jasa penunjang untuk mendukung beroperasinya perusahaan FP2PL yang tidak terdaftar/berizin di OJK. Operasional mereka diduga terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu, di antaranya adalah Central Park (Jakarta Barat) dan Pluit (Jakarta Utara).

Dalam rangka menjaga reputasi industri dan mendukung keberlangsungan ekosistem FP2PL, kami meminta perusahaan Saudara untuk:

  1. Tidak memiliki kantor di daerah-daerah yang terindikasi banyak beroperasi fintech yang tidak terdaftar/berizin di OJK; dan
  2. Tidak bekerja sama dengan pihak-pihak yang terindikasi telah/sedang bekerja sama dengan perusahaan fintech yang tidak terdaftar/berizin di OJK.

Demikian informasi yang kami sampaikan untuk dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology OJK

Hendrikus Passagi

Bagaimana jika setelah imbuan dikeluarkan dan fintech legal memindahkan kantornya. Fintech illegal yang tidak berizin tersebut ikut pindah ke perkantoran baru tempat fintech legal beroperasi ?

Daftar 125 Fintech Pinjol Ilegal

Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi atau Satgas Waspada Investasi menemukan 125 entitas yang melakukan kegiatan fintech peer to peer lending ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ketua Satgas, Tongam L Tobing mengungkapkan fintech lending abal-abal ini masih banyak beredar melalui website atau aplikasi dan penawaran melalui layanan pesan singkat SMS. "Pada 7 Oktober 2019 satgas sudah menindak 133 entitas fintech peer to peer lending ilegal hingga totalnya entitas fintech peer to peer lending ilegal ini sampai November 2019 sudah 1.494," ujar Tongam dalam siaran persnya sore tadi.

Dia mengungkapkan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk 13 kementerian dan lembaga di dalam Satgas Waspada Investasi dan sejumlah pihak terkait. Seperti asosiasi fintech untuk mencegah masyarakat menjadi korban dari fintech peer to peer lending ilegal, antara lain dengan memperbanyak sosialisasi dan informasi mengenai bijak meminjam di fintech peer to peer lending dan membuka layanan pengaduan Warung Waspada Investasi.

"Kami mengajak semua anggota Satgas untuk semakin aktif bersama-sama melakukan pencegahan maraknya fintech peer to peer lending ilegal dan invetasi ilegal untuk melindungi kepentingan masyarakat," kata Tongam.

Satgas Waspada Investasi terdiri dari 13 kementerian/lembaga yaitu OJK, Bank Indonesia, Kementerian Kominfo, Kementerian Agama, Kementerian Perdagangan, Kemendagri, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kemendikbud, Kemenristek, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, PPATK dan BKPM.

Startup Fintech Wajib Lapor Transaksi ke PPATK

Pelaku usaha layanan financial technology (Fintech) dan pedagang aset kripto akan diminta untuk melapor aliran dana ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengungkapkan pelaporan ini agar industri keuangan digital memiliki rekam jejak yang jelas sama dengan penyedia jasa sistem pembayaran yang lainnya. "Teknis pelaporannya itu sedang dibicarakan. Jadi fintech dan pedagang aset kripto ini punya kewajiban sebagai pihak pelapor," ujar Badar dalam konferensi pers di Kantor PPATK.

Dia mengungkapkan, saat ini PPATK sedang berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Perdagangan. Selama ini memang belum ada aturan wajib lapor kepada PPATK untuk fintech dan aset kripto. "Sesuai undang-undang mereka akan diminta sebagai pihak pelapor. Peraturan pemerintahnya sedang dalam proses. Kita sudah diskusi dengan industri terkait hal ini," imbuh dia.

Proses pelaporan ini juga diharapkan bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah pencucian uang yang saat ini makin berkembang menggunakan teknologi. PPATK pernah menyebut, revolusi pencucian uang kini sudah menggunakan model 4.0 yakni menggunakan sistem yang sangat canggih. Yakni dari komputer ke komputer. Model pencucian uang ini untuk kasus tingkat tinggi atau menggunakan bitcoin hingga blockchain untuk operasional mereka. Badar mengatakan dalam kasus pencucian uang, pelaku memang melakukan pemindahan uang atau aset agar semakin jauh dari asal-usulnya.

Daftar Fintech Legal Yang Siap Pindah Dari Central Park

Dikawasan Central Park. Di kawasan ini ada dua gedung perkantoran yakni Neo Soho dan APL Tower. Kedua terbilang gedung perkantoran itu terbilang elit, dengan bangunan gedung yang masih baru. Fasilitasnya pun cukup baik yang dihubungkan dengan pusat perbelanjaan Central Park dan Neo Soho yang cukup banyak pengunjungnya di Jakarta Barat

Saat memasuki lobi APL Tower terdapat papan informasi tenant yang berisi daftar perusahaan yang berkantor beserta lantainya. Setelah ditelusuri ternyata hanya ada 3 perusahaan fintech di gedung itu yakni Dana Rupiah, DanaKu dan Pinjam Yuk.

Namun Dana Rupiah dan Pinjam Yuk merupakan FP2PL yang sudah terdaftar di OJK yang kantor kedua perusahaan itu DanaRupiah berada di lantai 7 dan Pinjam Yuk di lantai 20. Kantor Dana Rupiah langsung terlihat lantaran berada dekat dengan lift. Dari jauh juga terlihat logo DanaRupiah yang terbilang besar.

Karyawan DanaRupiah, salah satunya Febrian selaku IT Compliance. Dia mengungkapkan bahwa Dana Rupiah sudah berkantor di gedung itu selama 2 tahun sejak 2018. Febrian mengatakan bahwa kantornya sudah mengetahui imbauan dari OJK itu. Selaku FP2PL yang terdaftar perusahaannya pun mematuhi dan akan pindah kantor.

"Kami sudah dengar pengumuman OJK untuk fintech legal dilarang berkantor di gedung ini dan di Pluit. Otomatis kami sebagai fintech yang terdaftar di OJK kami harus mematuhi. Setelah diumumkan kemarin kami langsung cari tempat kantor baru, memang sudah rencana pindah. Makanya kami buru-buru cepat langsung cari kantor," ujarnya.

DanaRupiah sendiri menyewa kantor sekitar 300 meter persegi. Kantornya menampung sekitar hampir 50 orang pegawai. Kantor Pinjam Yuk yang berada di lantai 20 juga mudah ditemui. Keluar dari lift langsung terlihat logo besar Pinjam Yuk. Sayangnya saat itu tidak ada karyawan Pinjam Yuk yang bisa diwawancarai.

"Bos-bos lagi keluar," ujar salah satu karyawan.

Menurut karyawan tersebut Pinjam Yuk terbilang baru di APL Tower. Perusahaan baru menempati kantor di gedung itu sekitar 3 bulan yang lalu. Sebelumnya kantor Pinjam Yuk berada di Kebon Jeruk. Sampai di situ tidaklah ditemukan indikasi APL Tower adalah sarang pinjol ilegal. Jangankan ilegal, FP2PL yang terdaftar dan berizin pun bisa dihitung jari.

Kebetulan juga dia mengetahui informasi tentang tenant-tenant di APL Tower dan Neo Soho. Menurutnya sebenarnya banyak perusahaan fintech yang berkantor di APL Tower dan Neo Soho. Bahkan jumlahnya terus bertambah. "Belakangan ini makin ramai banget. APL dan Neo Soho itu banyak banget fintech. Ada yang baru-baru itu. Malah di Desember kemarin itu ada 2-3 fintech baru yang masuk," ucap sumber tersebut.

Lalu kenapa namanya tidak tertera di papan daftar nama perusahaan gedung? Menurut sumber itu ada banyak kemungkinan, belum diperbaharui atau memang sengaja disamarkan atau hanya menyewa virtual office atau mungkin juga karena tidak memiliki izin nama brand tidak terpasang selain nama perusahaan

Dihubungi terpisah, Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology OJK Hendrikus Passagi menjelaskan, OJK sendiri mendapatkan informasi Central Park dan Pluit jadi sarang fintech bodong dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). OJK mengeluarkan surat imbauan tersebut dilakukan juga agar para perusahaan fintech resmi tidak ikut tercoreng namanya jika berkantor di dua wilayah itu. Selain itu pinjol resmi dan bodong sengaja dijauhkan agar menghindari potensi kerjasama offline antar keduanya.

"Langkah ini juga dimaksudkan untuk meminimalisasi atau mencegah kemungkinan kerjasama secara off-line antara 'oknum penyelenggara' fintech lending terdaftar atau berizin OJK dengan fintech lending illegal, yang memang jumlahnya masih terus bertambah. Karena belum tersedianya perundang-undangan yang dapat memberi sangsi pidana penjara atau pidana denda bagi penyelenggara fintech lending ilegal," tuturnya.

Topik Terkait

NewsDigital MarketingFinanceStart Up
Naila Akbar

Naila Akbar

Mendapat gelar BA dalam Hubungan Internasional dari Universitas Carleton dan pernah bekerja sebagai reporter di berbagai kantor berita di Asia. Ia sangat menyukai topik HRD dan bisnis UKM
Masalah Bisnis? Kami Siap Membantu
  • Growth Strategy
  • Digital Marketing
  • Sales Operational
  • Business Development