Cara Menjawab Pertanyaan Tentang Kekuatan dan Kelemahan Saat Wawancara

Cara Menjawab Pertanyaan Tentang Kekuatan dan Kelemahan Saat Wawancara

Melabelkan kandidat karyawan dengan "kekuatan" dan "kelemahan" adalah hal kuno dan sudah kadaluarsa. "Apa kekuatanmu? Apa kelemahanmu?" Ini adalah penyataan yang seringkali ditanyakan oleh bagian HRD sebuah perusahaan. Cukup wajar apabila kita berasumsi bahwa sebagian besar dari kita pernah diajukan pertanyaan ini dalam wawancara kerja pada suatu saat atau mungkin malah kita tanyakan sendiri pada kandidat karyawan. Kerangka berpikir seperti ini menunjukkan bagaimana orang secara historis melihat kekuatan dan kelemahan - dua kategori yang terpisah, berlawanan, satu menguntungkan dan yang lain merugikan serta seringkali tidak berhubungan.

Namun, pola pikir menggunakan perspektif ini benar-benar ketinggalan zaman. Dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan serta teknologi maka konteks adalah segalanya. Tidak ada 100 persen jawaban yang benar atau 100 persen yang salah untuk masalah apa pun. Tidak akan pernah ada sebuah solusi ajaib untuk setiap masalah yang muncul.

Hal tersebut juga sama dengan kinerja karyawan. "Kekuatan" dan "kelemahan" hanyalah label yang ditempelkan oleh segelintir individu pada perilaku demi melanggengkan agenda agenda tertentu. Karena dalam kenyataannya adalah bahwa tidak ada perilaku yang baik atau buruk, yang ada hanya efektif atau tidak efektif dalam sebuah konteks tertentu. Yang diperlukan adalah sebuah kematangan pribadi untuk melakukan manajemen diri yang berimbang dan ini tidak dapat dipengaruhi atau dilakukan oleh pihak luar.

Ini adalah sebuah contoh. Katakanlah Pak Budi adalah seorang yang berani mengambil risiko yang membuat keputusan dengan cepat. Kontribusi Budi terhadap perusahaan akan sangat luar biasa ketika kecepatan eksekusi adalah kunci keberhasilan dan perusahaan memiliki toleransi yang tinggi terhadap kegagalan. Di sisi lain, pendekatan yang sama persis ini sangat berbahaya ketika berada disebuah perusahaan research dimana melakukan dengan benar jauh lebih penting daripada langkah cepat - dan pilihan yang salah bisa membuat perusahaan bangkrut.

Jadi, apakah kemampuan membuat keputusan cepat adalah "kekuatan" atau "kelemahan"? Jawabannya adalah keduanya bisa berarti kekuatan dan kelemahan, tergantung pada keadaan, kapan dan dimana hal tersebut digunakan. Dan inilah tepatnya mengapa label dan membranding "kekuatan" dan "kelemahan" adalah perbuatan yang sangat tidak masuk akal.

Menyadari kapan perilaku dan kepribadian yang paling alami merupakan keuntungan atau malah menjadi beban lebih tepat untuk menjadi pertimbangan daripada memperlakukan kekuatan dan kelemahan seperti dikotomi. Akan lebih baik dan bermanfaat untuk memikirkan perilaku yang ada pada satu kontinum tunggal, dimana sebuah tindakan merupakan proses yang dapat menghasilkan hasil yang berbeda pada konteks berbeda.

Daripada mendorong kandidat atau karyawan untuk merefleksikan "kekuatan dan kelemahan" mereka sebagai dua perilaku negatif atau positif. Kami lebih sering meminta para kandidat karyawan untuk memikirkan kapan kekuatan mereka yang paling alami atau sangat diandalkan adalah keuntungan bagi mereka dan kapan hal tersebut merupakan liabilitas atau kapan ketika kelemahan mereka membuat pekerjaan lebih efektif dan kapan hal tersebut merugikan. Menyadari hal ini akan membuat kedewasaan dan kesadaran yang tinggi untuk melakukan manajemen terhadap diri mereka yang akhirnya akan menguntungka perusahaan pada jangka pendek dan jangka panjang.

Kembali ke contoh di atas, kemampuan mengambil keputusan cepat adalah sebuah keuntungan ketika waktu adalah esensi dan kita mampu dengan cepat untuk jatuh dan bangkit kembali. Tetapi dalam skenario atau konteks lain di mana pemikiran yang matang dan metodis itu jauh lebih penting, maka kekuatan tersebut malah menjadi suatu beban atau kelemahan. Dan untuk itu diperlukan kesadaran untuk sementara waktu meredam gaya alami tersebut untuk menjadi efektif.

Dengan perspektif keunggulan atau beban, maka sebuah perilaku atau sifat adalah sesuatu yang dapat dengan sadar diatur untuk ditingkatkan atau diredam tergantung pada keadaan. Bahkan kita juga dimungkinkan untuk secara sadar mencari seorang mentor atau menerima pelatihan tentang cara mengendalikan sifat atau perilaku tersebut, tetapi itu bukan sesuatu yang harus kita "perbaiki" tentang diri kita sendiri karena sebuah kepribadian itu tidak ada yang baik atau buruk, semuanya tergantung dari konteksnya.

Dan ini mungkin adalah alasan paling penting untuk menjauhkan diri dari label atau mengkotakan sebuah personality trait sebagai "kekuatan" dan "kelemahan" Karena penilaian semacam ini akan melekat dalam keseharian diperusahaan dapat secara aktif bekerja melawan menciptakan kerenggangan dalam kekompakan sebuat tim.

Keberagaaan adalah sebuah keuntungan, ini adalah pernyataan yang terbukti benar terutama dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan dan digitalisasi, sehingga para pemilik perusahaan hanya akan merugikan diri sendiri ketika mereka berusaha untuk mengatasi "kelemahan" karyawan yang telah dilabelkan oleh bagian rekruitmen. Karena akan lebih bermanfaat untuk mengomunikasikan bahwa perilaku ini lebih disukai dalam Situasi A, tetapi tidak dalam Situasi B.

Topik Terkait

InsightCorporate CultureManajemen BakatRekrutmen
Masalah Bisnis? Kami Siap Membantu
  • Growth Strategy
  • Digital Marketing
  • Sales Operational
  • Business Development