Roti Tan Ek Tjoan menjadi roti legendaris karena sudah berdiri sejak 1921 di Bogor. Seratus tahun berlalu, kini Tan Ek Tjoan bersengketa di pengadilan untuk memperebutkan hak merek. Sebagaimana dikutip dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang dilansir website-nya, Kamis (13/4/2023), gugatan dilayangkan cucu Tan Ek Tjoan, Alexandra Salinah Tamara. Alexandra kini tinggal di Belanda. Alexandra menggugat Kemenkumham dan Lydia Cynthia Elia. Lydia adalah anak Ongke Hanna Elia (adik Tan Ek Tjoan).
Baca : Sejarah Lengkap Berdirinya Roti Tan Ek Tjoan
Dalam usaha dagangnya, Alexandra menggunakan logo dan gambar merek Tan Ek Tjoan klasik, yakni hanya tulisan merah dengan latar warna putih dan mahkota di atas tulisan. Sedangkan pihak Lydia menggunakan simbol atau gambar koki sedang memanggang roti bertulisan 'Tan Ek Tjoan' dengan latar warna kuning dan cokelat.
Nah, Alexandra meminta PN Jakpus membatalkan merek Tan Ek Tjoan milik Lydia. Sejumlah argumen diajukan. Di persidangan, Lydia menyatakan semasa almarhum Tan Ek Tjoan masih hidup, merek Tan Ek Tjoan didaftarkan pertama kali (first to file) untuk Kelas 30 di bawah Daftar Nomor 126357 pada 10 Februari 1978 oleh Ongke Hanna Elia Bdn Tan Ek Tjoan (in casu Kakak Turut Tergugat), yang telah bersama-sama dengan almarhum Bapak Tan Ek Tjoan dan istri untuk mengelola usaha roti Tan Ek Tjoan.
"Sementara, Penggugat maupun keluarganya tidak mengelola langsung usaha Roti Tan Ek Tjoan, karena posisinya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tinggal dan menetap di luar negeri sebagaimana domisili Penggugat yang saat ini berada di Belanda," papar Lydia.
Gugatan Merek Tan Ek Tjoan Ditolak Pengadilan
Setelah saling memberikan bukti, PN Jakpus memutuskan tidak menerima gugatan itu. "Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard). Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 2.190.000," demikian putus majelis yang diketuai Bakri dengan anggota Tengku Oyong dan Dewa Ketut Kartana.
Berikut sebagian alasan majelis hakim memutuskan hal tersebut:
Majelis menilai gugatan Penggugat tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan sangat mengada-ada, serta kabur (obscuur libel). Sebab jika diteliti secara seksama Penggugat telah mencampur adukkan antara gugatan terhadap Putusan Komisi Banding Merek yang didasarkan dengan dasar atau dalil yang sifatnya substantif tentang pemeriksaan Permohonan Merek Pasal 6 ayat (1) huruf a UU 15 tahun 2001 tentang Merek dan secara bersamaan juga didasarkan pada tindakan administratif tentang aspek formalitas batas waktu pemeriksaan banding yang dianggap bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan, dimana hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara.
Penggugat mengajukan upaya hukum gugatan terhadap Putusan Komisi Banding Merek yang terdaftar di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 30 September 2022. Rentang waktu antara diterimanya pemberitahuan putusan Komisi Banding Merek yaitu tanggal 30 Juni 2022 dengan didaftarkannya gugatan Penggugat pada tanggal 30 September 2022 sehingga ada sekitar 93 hari, Penghitungan bulan kalender adalah 30 (tiga puluh) hari, kalau tiga bulan berarti 90 hari. Sementara itu rentang waktu dari diterimanya pemberitahuan Putusan Komisi Banding Merek dengan diajukannya gugatan oleh Penggugat ada 93 hari. Jadi lebih 3 (tiga) hari dari waktu yang seharusnya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa gugatan baru diajukan oleh Penggugat setelah lewat lebih dari 3 (tiga) bulan.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, gugatan yang diajukan oleh Penggugat terhadap Tergugat telah melewati tenggang waktu lebih dari 3 (tiga) bulan, oleh karenanya gugatan yang demikian haruslah dinyatakan tidak memenuhi syarat formal.
- Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis Hakim berpendapat oleh karena gugatan Penggugat tidak memenuhi syarat format maka gugatan Penggugat haruslah dinyatakan tidak dapat diterima.
- Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima, maka pokok gugatan Penggugat tidak perlu dipertimbangkan lagi.
- Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima, maka bukti surat Penggugat selain dan selebihnya tidak perlu dipertimbangkan lagi dan haruslah ditolak.
Sejarah Roti Tan Ek Tjoan
Usaha roti Tan Ek Tjoan itu berdiri sebelum Indonesia merdeka. Tepatnya didirikan oleh Tan Ek Tjoan pada 1921 di Bogor.
Pada mulanya Tan Ek Tjoan merintis usaha roti di Bogor. Istrinya, Phia Lin Nio, pandai membuat roti. Sedangkan Tan Ek Tjoan membantu penjualan roti dari segi bisnis. Kala itu banyak orang Belanda yang menjadi pelanggan sehingga roti Tan Ek Tjoan juga dapat cepat berkembang. Bahkan, ketika Tan Ek Tjoan meninggal, usaha rotinya semakin maju.
Istrinya Tan Ek Tjoan membuka cabang baru di Cikini pada 1950-an. Hasilnya, usaha roti tersebut makin besar. Wakil Presiden RI Mohammad Hatta termasuk salah satu yang pernah mencicipi roti yang memiliki ciri khas bertekstur keras itu. Seperti dikisahkan Mangil Martowidjojo dalam buku Kesaksian tentang Bung Karno, Bung Hatta menyempatkan diri berhenti di depan toko roti Tan Ek Tjoan di Bogor. Ia menyuruh Sardi, pengawalnya, untuk membeli roti. Uang Rp 5 diberikannya, sementara Sardi membeli roti seharga Rp 3,75.