Pepatah lama yang menyatakan "hidup seperti roda berputar" tampaknya berlaku bagi Kostaman. Berawal dari menjadi asisten sopir angkutan produk pertanian dan perkebunan. Kini Kostaman sukses memanfaatkan peluang bisnis stroberi untuk menjadi pemasok buah dan sayuran ke sejumlah gerai ritel. Omzet perjualannya mencapai ratusan juta rupiah per bulan.
Lewat perusahaan Yan's Fruit and Vegetables, ia rutin memasok buah dan aneka sayuran segar ke berbagai supermarket ternama di Jakarta, seperti Sogo, Grand Lucky, Ranch Market, dan Papaya.
Kostaman mengawali kariernya sebagai asisten sopir angkutan pemasok buah stroberi dan sayuran dari sebuah perusahaan asal Jepang yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat. Profesi ini ditekuninya sejak tahun 1997.
Sebagai asisten sopir pada perusahaan trader asal Jepang, tugas Kostaman hanya membantu sopir mengangkut serta mendistribusikan buah dan sayuran. "Tetapi, waktu itu sopirnya malas, jadi saya diminta menghadap supervisor atau manajernya untuk administrasi kenaikan pangkat karena budaya kerja di perusahaan Jepang itu menuntut kerja keras plus integritas," kenang pria kelahiran Bandung, 31 Mei 1971, itu.
Modal Usaha Hanya 7 Juta Rupiah
Tiga tahun lamanya, ia bekerja di perusahaan tersebut karena untuk memulai usaha sendiri, ia masih terkendala modal. Akhirnya, ia berhasil mengajak seorang temannya untuk bergabung.
Setelah mendapat teman kongsi, tahun 2000 ia mundur dari perusahaannya. "Modal awal saya Rp 7 juta," ujarnya. Ketika itu langsung mendirikan usaha dengan brand Yan's Fruit and Vegetables.
Menurutnya, uang bukanlah modal utama merintis sebuah usaha. Modal terpenting adalah kerrja keras untuk menjadi seorang wirausahawan. "Dua modal utama berwirausaha, menurut saya, memiliki keberanian serta punya ketekunan berusaha," ujar pria 42 tahun ini.
Berkat kerja kerasnya maka pada tahun 2003, tercatat sekitar 35 swalayan di Jakarta kini berlangganan sayur dengan Kostaman. Dalam sehari ia bisa memasok lima ton buah stroberi dan sayuran ke supermarket dan swalayan, dengan omzet Rp 400 juta per bulan.
Jeli Melihat Peluang Bisnis Stroberi
Pengalaman berhubungan dengan supervisor dan manajer ini menambah wawasan dan pengetahuan Kostaman. Ide untuk terjun langsung memanfaatkan peluang usaha stroberi ini mulai didapatnya sekitar tahun 1999. Ketika itu, Jakarta tengah dilanda krisis pasokan stroberi.
Padahal, permintaan stroberi di sejumlah gerai ritel di Jakarta sangat tinggi. Selama menjadi asisten sopir, berapa pun stroberi yang dibawa dari Bandung, selalu habis diborong peritel.
Pihak ritel pasti akan menampung bila ada pasokan stroberi. Dari situ ia kemudian tergerak memasok stroberi ke kawasan Jakarta. Kebetulan, ia tahu produsen stroberi berkualitas bagus di Bandung, yakni Ciwidey. Melihat gap market dan peluang bisnis storberi ini, Kostaman mulai merencanakan strategi usahanya.
Berbekal relasinya dengan para manajer dan supervisor supermarket, Kostaman pun mulai menawarkan stroberi dari para petani Ciwidey.
"Dulu prosesnya lebih mudah dari sekarang. Asal kualitasnya sesuai, saya bisa memasok," terang Kostaman yang hanya tamatan sekolah dasar ini. Sejak itulah, ia dikenal sebagai pemasok stroberi.
Awalnya, ia menjalin kerja sama dengan petani melalui sistem pemberian bibit. Kini, kerja samanya telah meningkat pada tingkat pengepul.
Hingga saat ini, tidak kurang dari 50 pengepul bekerjasama dengannya. Kerjasama dengan pengepul menguntungkan karena ia bisa memilih sayuran kualitas terbaik yang diinginkannya. Sementara, sayuran kualitas di bawahnya masih bisa dijual pengepul pada pedagang lainnya. Minimnya jumlah armada angkutan yang dimiliknya juga terpecahkan.
Usaha Kostaman terus berkembang, hingga tahun 2003 ia ditawari seorang manajer untuk memasok berbagai kebutuhan sayuran di supermarket besar. Sejak itu, Kostaman rutin memasok 70 hingga 125 item sayuran, seperti kol, brokoli, paprika, dan cabai. "Untuk buah, saya memasok stroberi saja," ujarnya.
Fleksibel Dalam Operasional Perusahaan
Kini Kostaman memiliki 24 karyawan yang semuanya merupakan warga satu kampungnya. Untuk sukses seperti sekarang, tak terhitung pengorbanan waktu dan tenaga yang dicurahkannya untuk mengembangkan peluang bisnis stroberi ini. "Kunci sukses saya terus bekerja keras agar usaha tidak merosot," katanya.
Sebagai pengusaha, ia tak ingin bisnisnya menyusut yang berujung pada pemangkasan tenaga kerja. Berbagai terobosan terus dilakukan agar skala usahanya bisa terus berkembang. Salah satunya adalah mengubah sistem operasional perusahaannya yaitu merubah jadwal kerja menjadi sore hingga dini hari.
Hal itu dilakukannya demi menjaga agar buah stroberi dan sayur yang dipasoknya ke Jakarta tetap dalam kondisi segar tanpa harus menggunakan armada pendingin yang memakan biaya besar. Biasanya pengantaran dilakukan sekitar pukul 03.00 dini hari WIB dari Bandung, Jawa Barat. Bila sedang banyak pesanan, ia pun harus stand by di gudang hingga larut pagi.
Kostaman menyortir sayuran yang diproduksi mitranya, untuk dikemas sesuai permintaan klien. “Jadi, produk sayuran bisa langsung dipajang untuk dijual disupermarket atau swalayan,” ucap dia.
Perencanaan Bisnis Dimasa Depan
Lantaran order makin banyak, sekitar tahun 2004, Kostaman memberanikan diri mengajukan kredit mobil boks. "Sebelumnya, saya selalu rental mobil minibus biasa," terang ayah dari dua orang putri ini.
Namun baru sekitar tahun 2009, ia memperoleh pinjaman dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM) sebesar Rp 100 juta yang dipakainya buat membeli sejumlah mobil boks setelah membenahi sistem akuntansi dan SOP perusahaannya.
Menurutnya, bila skala usaha sudah berkembang besar, justru pihak lain seperti bank yang akan menawarkan pinjaman. "Bukan kita lagi yang mencari-cari," ujarnya.
Saat ini, Kostaman memiliki lima mobil boks. Dalam seminggu ia bisa memasok stroberi dan sayuran sebanyak tiga kali pengiriman. Volumenya mencapai empat hingga lima ton sayuran dan buah
Kendati sudah sukses, Kostaman masih memiliki segudang rencana untuk mengembangkan usahanya. "Saya ingin terus meningkatkan mutu untuk bisa bersaing dengan pasar internasional karena peluang usaha bisnis stroberi ini masih besar," ujar Kostaman.
Menurutnya, produk sayuran lokal kini bersaing ketat dengan produk luar negeri, khususnya China. Misalnya, brokoli dan wortel kini sudah dikuasai pasar China. Pasalnya, sayuran China lebih murah sehingga menarik pembeli. "Alhamdulillah sekarang impor sayuran mulai dibatasi sehingga sayuran lokal bisa bertahan," jelas Kostaman
Peluang Bisnis Sayuran Jepang
Sebagai pengusaha, Kostaman mampu melihat kenaikan permintaan sayuran jepang mencapai 20 persen per tahun. Bukan hanya warga Jepang yang tinggal di Indonesia yang gemar mengkonsumsi, tetapi juga masyarakat lokal pun menyukai kuliner khas jepang.
“Saya pilih komoditas sayuran karena permintaannya luar biasa banyak, mengingat maraknya restoran jepang di dalam negeri,” tutur dia. Terutma jika sukses menjalin relasi dengan pengusaha kuliner jepang.
Pengusaha kuliner jepang dulu kerap mengimpor produk pertanian dari China. Namun, produk dari China tidak lagi disukai karena tingginya penggunaan bahan kimia di Negeri Tembok Raksasa itu. Permintaan untuk sayuran Jepang didalam negeri pun kian menanjak dan menjadi primadona.
Khusus untuk sayuran jepang dalam sebulan, Kostaman mampu memasok 65 ton ke berbagai swalayan. Dia mengaku bisa meraup omzet Rp 600 juta per bulan dari usaha ini. Adapun laba bersihnya sekitar 50 persen.
Cerita yang sama juga dialami oleh Agus Ali Nurdin, pemilik Okiagaru Farm. Agus dulunya merupakan petani padi di Cianjur. Pada 2008, dia mengikuti program pertukaran petani muda ke Jepang dari Kementerian Pertanian. Selama setahun tinggal di Negeri Sakura, Agus mempelajari cara bertanam padi dan jeruk.
Ketika kembali ke Tanah Air, Agus segera menjalin relasi dengan pengusaha kuliner jepang. Ia lantas memutuskan mendirikan Okiagaru Farm, yang kemudian memasok sayuran Jepang ke berbagai restoran khas jepang.
Ia menyewa lahan seluas 1,8 hektare (ha) di Cianjur dan 4 ha di Cipanas, Jawa Barat. Di lahan itu, Agus menanam sekitar 100 jenis sayuran. Sebanyak 50 persen merupakan sayuran asli Jepang, seperti kyuri (timun Jepang), horenzo (bayam Jepang), kabocha (labu Jepang), satsumaimo (ubi Jepang), zucchini, negi. Sementara sisanya merupakan sayuran lokal tapi dikonsumsi direstoran Jepang.
Agus menyebutkan, restoran besar seperti Yoshinoya dan Sushi Tei telah menjadi pelanggannya. Selain itu, dia juga menyuplai sayuran untuk swalayan Cosmo di Jakarta dan Bandung. “Sebenarnya permintaan diluar kota sangat banyak, tapi kami belum bisa memproduksi sesuai permintaan itu,” kata Agus.
Di sisi lain, Agus memisahkan antara omzet produksi dengan penjualan sayuran jepang. Menurut Agus, omzet produksi dihitung tiap komoditas per musim panen. Misalnya ada 20.000 pohon kyuri dilahannya. Jika tiap pohon menghasilkan 8 kilogram (kg) kyuri yang dijual Rp 10.000 per kg, ia mendapat omzet Rp 160 juta. Adapun laba bersihnya lebih dari 50 persen.
Sementara itu, produk sayuran yang ia jual bukan hanya berasal dari lahannya. Ia juga memasok sayuran dengan menjalin kerjasama dengan beberapa mitra di Jawa Barat. Untuk penjualan, Okiagaru bisa mengantongi omzet sekitar Rp 70 juta per bulan dengan laba bersih sekitar 20 persen.
Potensi Agrobisnis Di Indonesia
Akhir kata, dengan jumlah penduduk yang mencapai 250 juta orang menjadikan Indonesia sebagai sebuah pasar yang menggiurkan. Dengan penduduk sebesar itu, tingkat konsumsi bahan pangan negeri ini juga tinggi. Tingkat konsumsi ini pada akhirnya akan menciptakan peluang bisnis baru baik dalam sektor perkebunan stroberi maupun sayuran jepang.
Kondisi ini yang membuka peluang besar bagi usaha agrobisnis. Meski jumlah petani di Indonesia sudah tak terhitung lagi jumlahnya, peluang usaha dibidang ini tidak pernah habis. Hanya tinggal tekad dan mengetahui cara tata laksana manajemen bisnis yang baik serta strategi pemasaran yang jitu untuk mendapatkan kesuksesan dari bisnis ini.