Pertumbuhan kelas menengah yang telah mengalami peningkatan yang signifikan pesatnya sehingga kini menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut laporan Bank Dunia pada tahun 2019.
Kelas menengah ini tumbuh sebesar 7 persen menjadi 20 persen atau terdapat pertambahan sebanyak 52 juta orang yang sekarang dapat dikategorikan kedalam kelas menengah tersebut atau secara praktis dapat dikatakan bahwa satu dari lima orang Indonesia adalah kalangan menengah.
Peningkatan jumlah kelas menengah yang pesat ini terjadi karena sekitar 80 persen dari masyarakat miskin di Indonesia pada 1993 tidak lagi berada di jurang kemiskinan pada tahun 2014.
Bahkan, Bank Dunia mencatat pertumbuhan masyarakat pada kelas ini merupakan salah satu yang tercepat daripada kalangan kelas yang lain di Indonesia karena selama setengah abad terakhir ini Indonesia telah berhasil mengalami pertumbuhan ekonomi diatas 5,6 persen.
Konsumsi kelas menengah juga naik sebesar 12 persen sejak 2002. Pada 2002, konsumsi kelas menengah hanya 21 persen dari total konsumsi di Indonesia.
Angka konsumsi ini terus meningkat pada 2016 sebesar menjadi 43 persen dari total konsumsi rumah tangga Indonesia atau sekitar Rp 1.260 triliun.
Oleh karena itu golongan menengah Indonesia ini mampu menjadi pendorong utama dari mesin pertumbuhan ekonomi karena konsumsi kelompok ini tumbuh sebesar 12 persen setiap tahun sejak 2002 dan sekarang mewakili hampir setengah dari seluruh konsumsi rumah tangga di seluruh Indonesia.
Konsumsi kelas menengah yang tumbuh pesat ini telah membantu mempercepat pertumbuhan konsumsi di neraca ekonomi nasional atau dengan kata lain bahwa kelas menengah ini adalah pahlawan dari pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam satu decade terakhir ini.
Definisi Kelas Menengah Menurut Bank Dunia
Kelas menengah ini didefinisikan sebagai mereka yang menikmati keamanan ekonomi. Ini berarti mereka telah terbebas dari kekhawatiran akan kemiskinan secara finansial dan sebagai konsekuensinya mereka dapat mengalihkan kelebihan pendapatan yang didapat pada konsumsi yang lebih bebas.
Namun, penting untuk dicatat bahwa ini tidak berarti mereka telah bebas dari kemiskinan bila dilihat dari beberapa dimensi non keuangan lainnya.
Karena seperti yang kita sering temui banyak sekali terjadi perampasan terhadap rasa aman secara financial ini seperti memiliki rumah dengan atap yang bocor tanpa mampu memperbaikinya atau kondisi lingkungan perumahan di bawah standar.
Analisa data survei rumah tangga dimulai dengan menetapkan ambang batas kelas menengah pada titik di mana ada kemungkinan kurang dari 10 persen menjadi miskin atau rentan pada tahun mendatang atas pengingatan tingkat konsumsi pada tahun ini.
Apabila diterjemahkan kedalam angka rupiah maka ini berarti rumah tangga yang mengkonsumsi lebih dari Rp 1,2 juta per orang per bulan.
Rumah tangga dengan konsumsi per kapita sebesar Rp 1,2 juta per bulan tidak lagi mengkhawatirkan dirinya untuk jatuh ke dalam jurang kemiskinan atau rentan miskin.
Oleh karena itu pada level ini mereka mulai mengkonsumsi diskresioner atau membeli barang dan jasa berkualitas tinggi.
Ketika mereka menjadi lebih kaya, perilaku konsumsi dan investasi mereka berubah. Karena dari itu kelas ini dibagi menjadi dua sub-kelompok dalam berdasarkan tingkat konsumsinya yaitu sebesar Rp 1,2 - 3,2 juta per orang per bulan (aspiring middle class) dan Rp 3,2 - 6,0 juta per orang per bulan (upper middle class) untuk memudahkan dalam menganalisa cara untuk membuat mereka manjadi lebih makmur dan berdaya secara ekonomi.
Masyarakat yang berada pada kelas ini umumnya juga memiliki permintaan yang tinggi akan hiburan dan barang-barang tahan lama (durable goods) khususnya kepemilikan kendaraan roda empat seperti mobil yang menjadi garis pemisah yang jelas antara kelas menengah dan kelas atas serta masyarakat yang di kelas bawah.
Mereka juga menghabiskan lebih banyak pendapatannya untuk hiburan yaitu naik menjadi 9 persen dan 11 persen untuk kelas atas. Ketika barang tahan lama seperti kulkas sudah umum dimiliki maka golongan menengah ini dan kelas atas mereka adalah satu-satu masyarakat yang mulai membeli fasilitas dalam hidup mereka yang berorientasi pada kenyamanan dan kemudahan, seperti AC atau pemanas air, hal ini paling terlihat terutama di kota kota besar.
Secara khusus, hampir tidak ada rumah tangga yang berada dibawah kelas menengah yang memiliki mobil sendiri sementara 20 persen dari golongan menengah dan 60 persen upper middle class memiliki mobil sendiri.
Jadi kepemilikan kendaraan roda empat menandakan perbedaan kelas sosial yang jelas dan apabila dibandingkan dengan kelas atas yang diatas 90 persen memiliki mobil.
Bahkan, kendaraan roda empat ini menyumbang 9 dan 17 persen dari total konsumsi mereka yang merupakan kabar baik dalam mengembangkan pertumbuhan ekonomi pada sektor non primer.
Klasifikasi Kelas Menengah Berdasarkan Pekerjaan
Kelas menengah ini dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok berdasarkan pekerjaan atau sumber pendapatan mereka yaitu :
- Masyarakat kelas menengah di Indonesia terbanyak didominasi oleh pekerja di sektor formal atau pekerja kantoran yang menikmati upah atau gaji bulanan yang cukup tinggi
- Mereka yang memiliki bisnis sendiri pada sektor UKM dan sektor informal lainnya
Sebagai perbandingan kelas ini mengalami total pertumbuhan konsumsi rumah tangga rata-rata yang cukup signifikan yaitu sebesar 6,3 persen per tahun .
Bahkan, untuk aspiring middle class (satu tingkat di bawah kelas menengah) total pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya berada di kisaran 4,6 persen.
Sedangkan, total konsumsi rumah tangga miskin turun 0,4 persen setiap tahun secara riil dan tumbuh 0,9 persen setiap tahun untuk yang golongan rentan miskin.
Dalam laporan Bank Dunia, kelas menengah lebih memilih membelanjakan pendapatan untuk barang non-makanan. Hal ini berbeda dengan kelas-kelas lainnya yang mayoritas menghabiskan pengeluaran untuk makanan.
Bagi mayoritas orang Indonesia, mereka menghabiskan sebagian besar uang pendapatannya untuk belanja makanan karena itu makanan mewakili 60 hingga 62 persen konsumsi untuk kelas orang miskin dan rentan miskin serta 56 persen untuk aspiring middle class.
Dengan meningkatnya kemakmuran dan bertambahnya pendapatan maka kelas menengah menghabiskan lebih banyak uang penghasilannya untuk kesehatan dan pendidikan yaitu sebesar 6-7 persen dari total pendapatannya.
Sedangkan pada kelas atas sekitar 9 persen dari penghasilan di belanjakan untuk pakaian, barang mewah dan jasa lainnya. Kelas menengah ini juga mulai membayar pajak dan membeli asuransi.
Klasifikasi Kelas Menengah Berdasarkan Pendapatan
Kelas ekonomi sebuah masyarakat di Indonesia menurut World Bank dapat dibagi menjadi 5 bagian berdasarkan tingkat konsumsi rumah tangga per orang per bulan yaitu:
- Kategori Miskin. Mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional atau sekitar Rp 354.000 per orang per bulan.
- Rentan Miskin. Mereka yang hidup di atas garis kemiskinan tetapi dengan risiko yang tidak dapat diabaikan untuk kembali jatuh miskin atau mereka yang memiliki konsumsi antara Rp 354.000 dan Rp 532.000 per orang per bulan.
- Kelas Menengah Harapan. Dalam bahasa inggrisnya disebut Aspiring Middle Class adalah mereka yang tidak lagi hidup dalam kemiskinan atau kerentanan tetapi yang belum memiliki jaminan atau terjamin secara ekonomi atau memiliki konsumsi antara Rp 532.000 dan Rp 1,2 juta per orang per bulan
- Kelas Menengah. Orang Indonesia yang telah aman dan mapan secara ekonomi dengan sedikit kemungkinan jatuh ke dalam kemiskinan atau rentan miskin atau mereka yang memiliki konsumsi diantara Rp 1,2 juta hingga Rp 6,0 juta per orang per bulan
- Kelas Atas. Orang Indonesia yang termasuk dalam golongan kaya yaitu mereka yang memiliki konsumsi lebih dari Rp 6 juta per orang per bulan. Sedangkan untuk kelas super kaya berada diluar cakupan artikel ini.
Motor Pertumbuhan dan Penopang Pertumbuhan Ekonomi
Masyarakat kelas menengah ini juga merupakan pembayar pajak di masa depan karena pada kalangan ini sangat jarang mendapatkan keringanan maupun insentif pajak oleh pemangku kebijakan.
Mereka akan dibutuhkan untuk mendanai pengurangan kemiskinan, kebutuhan dana mitigasi risiko, peningkatan investasi hingga pertumbuhan ekonomi.
Kehadiran kaum baru yang mapan dan makmur juga memberikan pengaruh pada proses jalannya pemerintahan di Indonesia. Pertumbuhan kelas ini akan sangat besar mendukung kohesi sosial dan stabilitas politik.
Kendati demikian, dari jumlah kelas menengah yang taraf hidupnya sudah membaik tersebut sekitar 115 juta orang tersebut rentan untuk kembali ke jurang kemiskinan.
Mereka ini belum menjadi bagian yang tetap dari strata ekonomi ini karena sedikit gunjangan dalam perekonomian, kelas ini akan langsung masuk kembali kedalam kategori miskin.
Langkah Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Kelas Menengah
Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil oleh pemerintah selaku pengambil kebijakan untuk dapat terus mendukung dan memberdayakan golongan menengah ini, yaitu antara lain :
- Meningkatkan kualitas pendidikan menengah sehingga jumlah pekerja yang menikmati upah lebih baik akan semakin bertambah serta perlunya memberikan jaminan terhadap pekerjaan yang mapan melalui Undang Undang ketenagakerjaan
- Memberikan jaminan dan tunjangan kesehatan menyeluruh kepada masyarakat sebagai jaring pengaman sosial yang mampu memberikan rasa aman secara finansial
- Memperbaiki kebijakan dan administrasi pajak untuk memberikan insentif perpajakan seperti yang selama ini telah dinikmati oleh para pengusaha.
Langkah sistematis tersebut memungkinkan pemerintah untuk menciptakan lebih banyak lagi kelas menengah. Langkah tambahan yang perlu untuk terus mendorong laju pertumbuhan golongan ini adalah memperkuat pelayanan publik khususnya di sektor pendidikan, kesehatan, air dan sanitasi serta berinvestasi dalam infrastruktur yang sangat penting bagi produktivitas ekonomi mereka yang pada akhirnya mampu mendorong Indonesia kedalam status negara berpenghasilan tinggi bahkan negara adidaya dalam sektor ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi Jangka Panjang
Kelas menengah Indonesia telah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir. Meningkatnya jumlah kelas ini di akhir abad ke 20 telah membantu Indonesia untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada angka yang menakjubkan melebihi pertumbuhan negara dikawasan Asia Tenggara.
Kelas menengah yang besar (bertolak belakang segelintir orang kaya dan banyak miskin) mengarah pada konsumsi domestik yang lebih tinggi karena mereka memiliki kecenderungan untuk melakukan konsumsi marjinal yang lebih tinggi daripada golongan kaya ataupun super kaya.
Tak dapat dipungkiri juga bahwa golongan ini memiliki lebih banyak pendapatan untuk dikonsumsikan daripada kelas miskin.
Kelas menengah juga cenderung memiliki ambang nilai aset finansial yang cukup yang memampukan mereka untuk mengambil risiko keuangan yang lebih tinggi demi mendapatkan imbal hasil yang lebih baik dan karena itu dapat menjadi salah satu sumber kewirausahaan dan penciptaan lapangan kerja melalui sektor bisnis UKM
Pada akhirnya akan tercipta sebuah kelas ekonomi yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi secara global sekaligus memperkuat kohesi sosial dan meningkatkan stabilitas politik.
Proses pertumbuhan menengah kelas juga mendukung pertumbuhan ekonomi nasional karena investasi sumber daya manusia yang berkesinambungan adalah kunci untuk memperoleh keterampilan yang dibutuhkan dalam bersaing pasar tenaga kerja yang kian sengit.
Hal ini juga dapat menjadi fondasi utama dalam mempercepat pertumbuhan pada tahap selanjutnya.
Tantangan Bagi Pertumbuhan Ekonomi
Tantangan sekarang bagi Indonesia adalah membuat pertumbuhan lebih menyeluruh dengan menyediakan mobilitas ekonomi bagi kelas bawah untuk naik menjadi kelas menengah serta menjaga pertumbuhan yang terjadi di kelas menengah.
Untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi dan mempertahankan atau bahkan mempercepat laju pertumbuhan maka Indonesia perlu mengembangkan model pertumbuhan yang lebih kompresensif dan menyeluruh sehingga lebih banyak penduduk dapat berkontribusi dan menerima manfaat dari pertumbuhan itu.
Meskipun tingkat kemiskinan berhasil dijaga pada tingkat yang rendah akan tetapi masih cukup banyak orang Indonesia yang tetap rentan terhadap kemiskinan dengan sekitar sepertiga di bawah garis rentan miskin sementara ketidaksetaraan pendapatan telah meningkat dengan cepat.
Selain itu, populasi Indonesia yang akan segera memasuki masa pension telah menciptakan tekanan terhadap pertumbuhan karena hal ini berarti bahwa Indonesia akan menghadapi beban demografis dengan penurunan tajam dalam jumlah tenaga kerja dan peningkatan tajam dalam pengeluaran publik untuk pensiun, perawat kesehatan, dan perawatan jangka panjang dalam beberapa dekade mendatang.